Akuntansi Syari'ah Masih Fotokopi Akuntansi Konvensional

-UII News, Yogya – Pada saat ini kebanyakan kalangan memandang
akuntansi hanya sebagai dari pencatatan dan pelaporan. Dimana
Perusahaan hanya mencatatkan laba sebanyak-banyaknya. Subtansi
ekonomi konvensional lebih pada self Interest. Ini dikuatkan oleh
Soros bahwa Akuntansi syariah berprinsip pada self interest atau
sekularisme dalam akuntansi. Realitas ekonomi yang cenderung
kapitalisme dengan karakteristik KKN, sarat dengan ciri otoritas
kepentingan peribadi (self interest). Akibat dari rasionalitas
konsumsi yang lebih mendukung individualisme dan self interest, maka
keseimbangan umum tidak dapat dicapai. Yang terjadi adalah munculnya
berbagai ketimpangan dalam berbagai persoalan sosio-ekonomi. Untuk
itu perlu menginjeksikan nilai-nilai (values) dalam sektor konsumsi
sehingga tidak membahayakan bagi keselamatan manusia itu sendiri.
Ekonomi yang dipandu oleh keserakahan melalui peraihan
mekanisme nilai tambah yang tak terhingga, semakin menjauh dari
keridloan Allah SWT. Muara dari pada itu, adalah munculnya
keresahan, dan mendorong manusia hidup dalam keadaan yang senantiasa
konflik. Semangat konflik itu menyebabkan manusia menjadi lebih
menyenangi persaingan dalam memperoleh laba sebanyak-banyaknya
(profit maximum principle). Al Qur'an dan hadist secara tegas
menolak perikehidupan ekonomi seperti itu. Ekonomi yang berlandaskan
pada pemahaman Islam, mengasumsikan manusia keadilan dan kesetaraan
(egalitarian). Artinya, pada dasarnya setiap orang itu sama, dan
diberi tugas yang sama pula, yakni mengabdi kepada Allah SWT dalam
berbagai implementasi kehidupan termasuk ekonomi (QS. 18:29).
Islamisasi pengetahuan dalam ekonomi lebih khusus bidang
akuntansi atau yang biasa disebut dengan Akuntansi Syari'ah atau
akuntansi Islam telah lebih dari tiga puluh tahun dilakukan.
Gagasan dan wacana filosofis teoritis akuntansi syari'ah telah
banyak dihasilkan, namun belum ada bentuk konkret akutansi syariah
dalam bentuk teknologinya, yaitu laporan keuangan syari'ah. Laporan
keuangan syari'ah saat ini masih melakukan `fotokopi akutansi
konvensional' dan melakukn `tipp-ex sana-sini' dan
kemudian `menempel tulisan yang bernuansa syari'ah. Tetapi laporan
keuangan syari'ah yang memang diturun kan dari nilai-nilai Islam
(Islamic Values) dan sesuai dengan tujuan syari'ah (maqasid
syari'ah).
Dalam kesempatan diskusi yang diselenggarakan HMI-Mpo Cabang
Yogyakarta Kamis (9/2) ini Aji Dedi Mulawarman, selak mencoba
mengenalkan Shari'ate Value Added Statement (laporan Nilai Tambah
syari'ah), yaitu laporan kinerja keuangan pengganti Income
Statement (laporan laba-rugi), melalui rekonstruksi Value added
statement (laporan nilai tambah) menjadi Shari'ate Value Added
Statement. Penggantian laporan laba-rugi menjadi laporan nilai
tambah syari'ah adalah kebutuhan yang sangat mendesak bagi dunia
pencatatan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan perusahaan-
perusahaan islam.
Laporan nilai tambah Syari'ah adalah bentuk
pertanggungjawaban keuangan perusahaan Islami yang idealnya untuk
memberikan nilai tambah (value added) dan tazkiyah (pensucian).
Pemberian nilai tambah yaitu berupa peningkatan kesejahteraan bagi
pemilik, manajemen dan pemegang saham di satu sisi. Sekaligus nilai
tambah kesejahteraan bagi pemilik, manajemen dan pemegang saham di
satu sisi. Sekaligus nilai tambah kesejahteraan yang harusnya
dilakukan pula pada karyawan, buruh supplier, masyarakat sekitar
perusahaan, pemerintah, dan lingkungan serta yang paling utama
adalah tugas perwujudan nilai tazkiyah (pensuciaan) laporan keuangan
sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan (kumpulan komunitas
yang berbentuk organisasi) kepada Allah Azza wa Jalla.
Lain halnya Drs. Mashudi Muqorrobin, Ak. MEc., kandidat
Doktor Ekonomi Universitas Kebangsaan Malaysia lebih menekankan pada
perubahan metodologi ekonomi. Saat ini perkembangan ilmu ekonomi
modern masih banyak menilik teori Adam Smith "The Wealth Of Nations"
yang notabene ini merupakan jiplakan pemikir Islam yang sedikit
banyak diubah oleh Adam Smith yang hanya berorientasi pada
keuntungan dan mengabaikan keadilan. Metodologi ilmu ekonomi belum
mendapatkan landasan filosofis gerakan selama 50 tahun. Saat ini
ilmu ekonomi masih dalam baying-bayang ilmu ekonomi konvensional.
Begitu kuatnya falsafah ekonomi materialistik ini menguasai pola
berpikir ilmiah modern, sehingga mempersulit proses usaha untuk
saling mengerti dan memahami pola ilmiah yang berasal dari budaya
dan falsafah lain. Pada saat ini Islamisasi ilmu ekonomi
konvensioanal mulai berkembang. Hal ini juga pernah dilakukan oleh
Ulama-ulama Islam terdahulu, seperti Ibnu Sina pernah melakukan
Islamisasi buku Aristoteles "The Politics" dengan memasukkan nilai-
nilai Islam kedalamnya dan buku ini berjudul "Manajemen Keuangan
Rumah Tangga".
Menurut Rizal Yaya, SE., M.Sc. Akt, sebagai pembicara dalam
diskusi mengatakan permasalahan Akuntansi Konvensional pada saat ini
adalah Lingkup dan kebebasan praktik akutansi dimana aturan akutansi
yang dibuat oleh The Big Five (Amerika dkk.) dibuat untuk melakukan
praktik kejahatan bersama (economic consequences). Lainnya Rizal
mengatakan akuntansi konvensional saat ini sebagai alat legitimasi
PHK, privatisasi, transfer 0f wealth to rich dan hanya wilayah
masalah ekonomi saja tanpa memperhatikan dampak lingkungan seperti
polusi dll. Permasalahan yang lain menurut Rizal seperti dikatakan
dalam bukunya Dr. Akhyar Adnan dan Gaffikin, konsep akutansi
konvensional bertentangan dengan pengungkapan semua informasi yang
relevan dimana informasi yang diungkap tidak memadai dalam mendorong
pertanggungjawaban pada Allah dan manusia

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Akuntansi Syari'ah Masih Fotokopi Akuntansi Konvensional"

Posting Komentar