Pajak Warteg akan Sengsarakan Rakyat dan Pengusaha

Rencana Pemprov DKI Jakarta menenakan pajak terhadap warteg menuai kontroversi. Sebab, kebijakan ini dinilai akan menyengsarakan rakyat dan pengusaha. Pengamat kebijakan public, Andrinof Chaniago menilai penerapan itu sebaiknya diberlakukan kepada semua jasa boga yang beromzet di atas Rp60 juta.

“Idealnya, pengenaan pajak restoran ini untuk jasa boga yang beromzet sekurang-kurangnya Rp150 juta per tahun,” katanya. Jika suatu kebijakan menyengkut kalangan ekonomi menengah, Pemprov harus merumuskan secara lebih hati-hati dengan mempertimbangkan dampak ekonomi dan kesejahteraan.

Menurutnya, kenaikan itu akan sangat diarasakan pembeli usaha jasa boga berskala kecil dibandingkan pembeli usaha jasa boga berskala menengah. Maka, lanjutnya, tetapi lebih tepat mengenakan retribusi yang selama ini sudah berjalan dan terasa langsung di masyarakat. Contohnya retribusi kebersihan dan keamanan.

Penerapan target penerapan pajak restoran yang mencapai Rp50 miliar pun dinilainya terlalu besar. Yang lebih penting adalah dampak dari penerimaan pajak tersebut. “DKI harus bisa menunjukkan dampak signifikan terhadap pembangunan yang nantinya menggunakan dana pajak restoran,” katanya.

Seperti diberitakan sebelumnya, jasa tata boga termasuk warteg di DKI Jakarta akan dikenai pajak. Rencananya, hal itu akan berlaku mulai 1 Januari 2011. DPRD DKI telah menyetujui rencana penerapan pajak restoran terhadap segala jenis tata boga di Jakarta sebesar 10 persen karena sesuai dengan amanat Undang-Undang 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Di dalamnya disebutkan warung, kafetaria, dan semua yang menyediakan jasa makanan dan minuman, wajib kena pajak. Dasar pengenaan pajak pada warteg adalah pajak restoran dan peraturan ini sebenarnya sudah berlaku lama. Tetapi akan dikembangkan lagi oleh Pemprov.

Diharapkan usaha-usaha tersebut dapat lebih memberikan kontribusi terhadap pembangunan di Jakarta. Saat ini, peraturan itu sudah berada di meja Kementerian Dalam Negeri untuk disahkan. Setelah itu akan dikembalikan ke tangan Gubernur untuk dibuatkan Pergubnya.

Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Arif Susilo mengatakan pihaknya memprediksikan dari perluasan pajak restoran dan rumah makan ini, potensi pajak yang akan didapatkan dari jenis usaha warteg akan bertambah Rp 50 miliar.

Arif menegaskan, Dinas Pelayanan Pajak DKI akan mengklarifikasi warteg dengan melakukan pendataan warteg yang memiliki penghasilan Rp 60 juta ke atas dan di bawah Rp 60 juta per tahunnya. Setelah didapatkan data tersebut, maka akan dilakukan sosialisasi kepada asosiasi pengusaha rumah makan warteg.

Menurutnya, sebagian besar pemilik usaha rumah makan warteg di Jakarta banyak yang sudah mapan sehingga kebijakan ini tidak terlalu menuai kontroversi. “Kami berharap kebijakan ini bisa dilaksanakan dengan baik karena dananya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk prasarana publik,” imbuhnya.

Dia juga mengimbau agar warteg yang memiliki penghasilan diatas Rp 60 juta per tahun dengan sukarela mendaftarkan dirinya ke Dinas Pelayanan Pajak. Kemudian, pihaknya akan melakukan pemantauan dan monitoring dengan melihat catatan keuangan pengusaha tersebut.

Jika mereka memenuhi syarat, akan diberikan nomor pokok wajib pajak atau NPWP. “Nanti mereka memberikan setoran pajak ke kantor badan pengelola keuangan daerah, melalui unit kas daerah yang ada di kecamatan. Nanti kita akan kembangkan lagi kantor-kantor ini agar ada di seluruh kecamatan,” paparnya.

Kepala Dinas Pelayanan Pajak Pemprov DKI Jakarta Iwan Setiawandi mengatakan warung yang beromzet tinggi bakal didata. Ia berdalih penerapan pajak ini diberlakukan demi azas keadilan. Sebab, selama ini pajak tersebut hanya diberlakukan bagi restoran. Padahal, ada juga warteg yang omzetnya sangat besar. Ia mencontohkan warteg Warmo yang terletak di kawasan Tebet, Jakarta Selatan.

Ia menegaskan tak semua warteg dikenai pajak ini, yaitu bagi mereka yang omzetnya lebih dari Rp60 juta/tahun. “Jadi kalau ada warung bubur kacang ijo dan Indomie rebus yang omzetnya di atas itu kena pajak, juga warung bakso, soto, mie ayam yang dia menyewa tempat omzetnya di atas Rp 60 juta/tahun, mereka juga kena pajak," papar Iwan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Apa Pun Bisa Dijual

Orang Indonesia yang telanjur geregetan melihat tingkah polah Malaysia dalam berjiran barangkali sebaiknya tak usah berkunjung ke Kuala Lumpur. Apalagi, jika Anda termasuk salah seorang yang bernafsu mengutuk Malaysia karena dianggap ”mencuri” produk budaya Indonesia, seperti kesenian reog dan lagu ”Rasa Sayange”.

Sekarang lupakan dulu soal klaim hak kepemilikan atas produk seni dan budaya. Lupakan juga cerita soal Tentara Diraja Laut Malaysia yang sering kali melanggar wilayah perairan Indonesia. Bukan apa-apa kalau hal-hal yang menyakitkan kita sebagai bangsa Indonesia ini dilupakan.
Toh, kita tak mampu jualan produk budaya lokal yang kaya raya itu, seperti Malaysia menayangkannya berkali-kali lewat iklan di jam utama saluran internasional, seperti Discovery Channel atau National Geographic Channel. Kita pun hanya bisa gemas melihat kekuatan militer Indonesia masih segan untuk main tembak meski konon militer asing yang melanggar wilayah kedaulatan republik ini.

Untuk soal jualan apa yang ada di dalam negerinya, agar bisa didatangi orang asing, Malaysia memang jago. Meski demikian, jika kita sadar, jualan mereka sebenarnya tak menarik. Sejak kampanye ”Malaysia Truly Asia” tahun 1999, negeri jiran ini merengkuh devisa sangat besar dari sektor pariwisata.

Tahun 2009 Malaysia bisa meraih devisa dari sektor pariwisata sebesar 15,6 miliar dollar Amerika Serikat. Negara Asia Tenggara yang bisa menandingi Malaysia pada tahun itu hanya Thailand, yang perolehan devisa dari sektor pariwisatanya mencapai 16,1 miliar dollar AS. Singapura yang luasnya sama dengan Jakarta malah berada di peringkat ketiga dengan 8,9 miliar dollar AS.

Apa yang dibanggakan oleh Malaysia dan dijadikan jualan pariwisata mereka sebenarnya bisa diperoleh hanya di satu provinsi di Indonesia. Apabila tak percaya, cobalah blejetin brosur Malaysian Tourism Board dan lihat apa saja event yang mereka tawarkan.
Jika hanya sekadar ecotourism tentang hujan hutan tropis, yang ditawarkan di bagian utara Pulau Kalimantan oleh Malaysia, tentu tak sebanding dengan luas wilayah berbagai taman nasional milik Indonesia yang ada di Pulau Sumatera atau Kalimantan. Kalau hanya festival gourmet internasional di Kuala Lumpur, menjelajahi kekayaan kuliner di kota Bandung atau Medan saja bisa bikin gempor kaki.

Jangan pula terpancing dengan tayangan yang menampilkan pemandangan menakjubkan pantai dan lautan dalam iklan ”Malaysia Truly Asia”. Surga menyelam di Indonesia tersebar dari Sabang di Aceh hingga Raja Ampat di Papua.
Indonesia merupakan negara dengan garis pantai terpanjang di dunia, jadi pantai seindah apa pun yang ada di Malaysia pasti kalah dengan milik Indonesia. Dan, yang pasti, Malaysia tak punya tempat berselancar yang bagus seperti Indonesia yang punya Nias, Mentawai, Banyuwangi, dan Bali.

Lantas mengapa devisa pariwisata Indonesia hanya 6,3 miliar dollar AS. Kurang dari separuh yang didapat Malaysia pada tahun yang sama. Jawaban sederhananya, yaitu karena Pemerintah Indonesia tak bisa ”menjual” kekayaan negeri ini. Lupakan dulu Bali, yang tak usah dijual pun orang berduyun datang ke sana. Meski pariwisata Bali sempat luluh lantak karena bom, magnet pariwisata Bali tetap kuat.

Inilah bedanya Indonesia dengan Malaysia. Sebelum kampanye ”Truly Asia”, Malaysia sadar betul bahwa tak banyak yang bisa mereka jual agar turis asing datang ke negaranya. Tagline ”Malaysia Truly Asia” begitu mengena. Malaysia merasa bangga, tiga kelompok ras besar Asia, yakni Melayu, China, dan India, di negara itu. Padahal, Indonesia memiliki lebih banyak lagi kelompok ras yang tersebar dari Sumatera hingga Papua.

Jualan ”Truly Asia” ini tentu saja slogan. Jangan bayangkan ketiga ras besar yang dimaksud dalam kampanye ini memiliki hak yang sama di Malaysia. Ada cerita menarik ketika rombongan jurnalis dari Indonesia yang meliput balapan MotoGP di Sirkuit Sepang, Malaysia, dibawa mengunjungi Putra Jaya, ibu kota baru pengganti Kuala Lumpur itu. Kebetulan, selama tiga hari di Malaysia, rombongan jurnalis dari Indonesia ini ditemani seorang pemandu wisata keturunan India bernama Arumugan AL Chelliah, yang biasa dipanggil Aru.

Saat bus sampai di jalan utama menuju pusat pemerintahan Malaysia, Aru dengan antusias menjelaskan berbagai gedung dan kelengkapan yang sophisticated dari Putra Jaya. Mulai dari desain bangunan kantor kementerian kerajaan hingga tiang lampu jalan yang semuanya menggunakan tenaga matahari. Tentu tak lupa Aru menjelaskan, betapa dekatnya Putra Jaya dengan Silicon Valley versi Malaysia, yaitu Cyber Jaya.

”Di Cyber Jaya banyak perusahaan IT (teknologi informasi) yang melabur (berinvestasi), termasuk Bill Gates dengan Microsoft-nya yang melabur 1 juta US dollar,” kata Aru. Meski soal angka investasi Bill Gates ini kami pikir Aru setengah ngawur, tak pelak rombongan jurnalis asal Indonesia ini tetap dibuat tertegun dengan setiap detail penjelasannya.

Aru pun menjelaskan betapa di antara sekian banyak gedung kementerian yang baru dibangun di Putra Jaya tersebut dia terkagum-kagum dengan gedung kementerian kehakiman, yang menurut dia ”Mirip Taj Mahal di India”.

Begitu sampai di ujung jalan utama Putra Jaya, tak jauh dari tempat Dato Sri Najib Tun Abdul Razak, Perdana Menteri Malaysia, berkantor, Aru dengan bersemangat menjelaskan Masjid Putra yang berwarna merah jambu dan terlihat seperti mengambang di tengah danau buatan. ”Inilah masjid yang sangat indah apabila dinikmati menjelang sunset,” katanya.

Namun, Aru tercekat ketika salah seorang rombongan wartawan Indonesia bertanya, ”Aru, kamu, kan, keturunan India dan beragama Hindu. Apakah di Putra Jaya ada pura tempat kamu beribadah yang juga semegah masjid itu?” Sambil tersenyum, Aru menjawab singkat, ”Mungkin ada di luar Putra Jaya.”

Sebenarnya, penjelasan pemandu wisata seperti Aru soal Putra Jaya yang begitu antusias seakan menjelaskan betapa memang Malaysia punya keahlian menjual tempat wisata, tak peduli tempat tersebut diskriminatif bagi si penjualnya langsung. Inilah salah satu kepintaran Malaysia mengemas citra elok mereka sebagai tujuan wisata utama dunia.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

Mobil Pribadi Dilarang

Pemerintah akhirnya memutuskan melarang seluruh kendaraan bermotor roda empat pribadi menggunakan bensin bersubsidi. Aturan ini diberlakukan bertahap mulai 1 Januari 2011 di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan dilanjutkan ke seluruh Jawa dan Bali.

”Setelah menimbang dua opsi yang ada, ternyata yang lebih siap adalah opsi pertama,” ujar anggota Komite Badan Pengawas Kegiatan Hilir Migas, Ibrahim Hasyim, seusai rapat persiapan pembatasan BBM, Kamis (2/12/2010) di Kantor Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral




Opsi pertama yang disiapkan untuk pengendalian konsumsi BBM bersubsidi adalah BBM subsidi hanya dipakai kendaraan umum pelat kuning, roda dua, roda tiga, dan nelayan.

Adapun opsi kedua, selain kendaraan umum serta kendaraan roda dua dan roda tiga, kendaraan pribadi buatan sebelum tahun 2005 juga bisa menggunakan BBM subsidi. Pilihan pemerintah pada opsi pertama juga disampaikan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.

”Ya, opsi itu (opsi seluruh kendaraan roda empat atau lebih berpelat hitam dilarang mengonsumsi bensin atau premium). Namun, kami tidak mau mendahului DPR,” kata Hatta.

Menurut Hatta, jika opsi kedua yang dipilih, akan rawan potensi pelanggaran dan distorsi. Oleh karena itu, pemerintah memilih opsi lain, yakni melarang seluruh pemilik kendaraan pribadi atau pelat hitam mengonsumsi BBM bersubsidi.



Berlaku Bertahap
Direktur Niaga dan Pemasaran PT Pertamina Djaelani Sutomo mengemukakan, pembatasan pemakaian BBM diberlakukan bertahap sejalan dengan kesiapan infrastruktur SPBU.

Tahap pertama, mulai 1 Januari 2011, seluruh kendaraan pribadi di Jabodetabek harus beralih ke BBM nonsubsidi. Pilihannya bisa pertamax yang dijual di SPBU Pertamina atau produk sejenis yang didistribusikan peritel badan usaha lain.

”Kami sedang menyiapkan penambahan fasilitas bensin nonsubsidi di sekitar 600 SPBU di Jabodetabek. Saat ini sudah 400 SPBU yang siap, masih kurang 200 SPBU lagi,” ujar Djaelani.

Tahap kedua, mulai Juli 2011, aturan penggunaan BBM nonsubsidi meluas ke seluruh Jawa dan Bali. Ini dengan asumsi mayoritas SPBU di kota-kota besar di Jawa dan Bali sudah memiliki fasilitas BBM nonsubsidi yang memadai.

Tahap ketiga, pembatasan pemakaian BBM subsidi diberlakukan di luar Jawa dan Bali pada tahun 2012. Pembatasan pemakaian BBM bersubsidi ditargetkan selesai dilakukan tahun 2013. Tahap pertama dan kedua pembatasan hanya untuk premium, selanjutnya menyusul solar.

Pertamina memperkirakan pembatasan pemakaian BBM bersubsidi mulai Januari 2011 di Jabodetabek menghemat kuota bensin bersubsidi 500.000 kiloliter. Penghematan akan menjadi 4 juta kiloliter jika mulai diberlakukan di seluruh Jawa dan Bali.

Ibrahim Hasyim memastikan tidak ada pembatasan volume BBM subsidi untuk kendaraan umum serta kendaraan roda dua dan roda tiga. Untuk memperketat pengawasan, BPH Migas menyiapkan pendistribusian BBM bersubsidi dengan sistem tertutup.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

etika profesi

Beberapa contoh penerapan moral bisnis dalam perusahaan :
• Moral Bisnis itu diterapkan secara internal dan eksternal. Bisnis yang beretika memperlakukan setiap konsumen dan karyawannya dengan bermartabat dan adil. Moral juga diterapkan di dalam ruang rapat direksi, ruang negosiasi, di dalam menepati janji, dalam memenuhi kewajiban terhadap karyawan. Singkatnya, ruang lingkup Moral bisnis itu universal.
• Moral Bisnis itu membutuhkan keuntungan. Bisnis yang bermoral adalah bisnis yang dikelola dengan baik, memiliki sistem kendali internal dan bertumbuh. Moral adalah berkenaan dengan bagaimana kita hidup pada saat ini dan mempersiapkan diri untuk masa depan. Bisnis yang tidak punya rencana untuk menghasilkan keuntungan bukanlah perusahaan yang bermoral.
• Moral Bisnis itu berdasarkan nilai. Perusahaan yang bermoral harus merumuskan standar nilai secara tertulis. Rumusan ini bersifat spesifik, tetapi berlaku secara umum. Moral menyangkut norma, nilai dan harapan yang ideal. Meski begitu, perumusannya harus jelas dan dapat dilaksanakan dalam pekerjaan sehari-hari.




 Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menciptakan etika bisnis berserta contohnya :
• Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi) :
Adalah tidak berbuat curang kepada perusahaan yaitu korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun berbagai kasus yang mencermankan nama bangsa dan negara.
Contoh : - seorang manager harus dapat menyimpan semua informasi tentang data perusahaan.


• Pengembangan tanggung jawab social
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
Contoh : pada saat kita menjalankan bisnis, dan usaha bisnis yang kita lakukan dapat merugikan masyarakat yang ada disekitar,kita harus dapat bertanggung jawab dengan masalah itu.


• Menciptakan persaingan yang sehat
Artinya, Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efesiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menegah bawah.
Contoh : - dalam memajukan bisnis yang kita jalani, harus bersaing dengan sehat dengan pembisnis lainnya, dengan cara yang masuk akal dan tidak merugikan pihak lain.


 Ada 4 kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh sebuah profesi,yaitu :
1) Krediabilitas
nilai kerja suatu perusahaan atau seseorang yang mampu menunjukkan suatu kinerja yang sangat baik bagi perusahaan sehingga mendatangkan kebaikan bagi si perusahaan tersebut..
Contoh :Seorang karyawan dalam menjalankan tugasnya harus dapat dipercaya oleh atasanya, jika dia dipercaya oleh atasanya maka jabatan dia akan dinaikkan.
2) Profesionalisme
Profesionalisme berasal dan kata profesional yang mempunyai makna yaitu berhubungan dengan profesi dan memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, (KBBI, 1994). Sedangkan profesionalisme adalah tingkah laku, keahlian atau kualitas dan seseorang yang professional.
Contoh : seorang direktur memperkerjakan karyawannya karena profeionalismenya, bukan silihat dari sisi kekeluargaanya.
3) Kualitas jasa
kualitas jasa dapat diperoleh dengan cara membandingkan antara pengharapan konsumen dengan penilaian mereka terhadap kinerja yang sebenarnya.Setelah menerima pelayanan, konsumen akan membandingkan antara pelayanan yang diharapkan dan pelayanan yang mereka terima. Jika pelayanan yang diterima berada di bawah pelayanan yang diharapkan, konsumen akan tidak puas dan kehilangan kepercayaan terhadap penyedia jasa tersebut. Sebaliknya jika pelayanan yang diterima sesuai atau melebihi pelayanan yang diharapkan, konsumen akan puas. Jadi kuncinya adalah menyesuaikan atau melebihi harapan konsumen.
Contoh :dalam melakukan suatu usaha atau bisnis dapat menghasilkan barang atau jasa yang berkualitas baik, agar konsumen tertarik dan terus menggunakan barang atau jasa yang kita bisniskan.
4) Kepercayaan
Anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yg dipercayai itu benar atau nyata.
Contoh : dalam menjalankan profesi harus memiliki kepercayaan kepada semua orang.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS